Mungkin anda telah lama kenal dengan asam mefenamat, ibuprofen, diklofenak atau aspirin (masih banyak lagi jenis yang lain). Semua itu termasuk golongan obat pereda rasa nyeri atau yang lebih populernya disebut sebagai ANALGESIK. Sebagian besar masyarakat kita telah “terbiasa” untuk membeli secara bebas di apotik atau di toko obat bahkan di warung-warung ketika dirinya, keluarga atau kerabat lainnya mengeluh nyeri (SELF MEDICATION). Sakit gigi dan nyeri persendian atau rematik adalah dua dari sejumlah sindrom nyeri yang paling banyak dikeluhkan dalam masyarakat.
Pola kebiasaan mengkonsumsi analgesik dalam masyarakat sudah tak terbantahkan lagi membuat sejumlah analgesik laris bak kacang goreng. Setiap harinya selalu saja ada yang datang untuk membeli obat analgetik di apotek. Bahkan pernah ada seorang pasien yang mengeluh badannya semakin tidak nyaman ketika mengkonsumsi sampai 4 tablet analgesik dengan 2 merek berbeda akibat nyeri kepala yang dirasakan tak tertahankan. Saat ditanya kenapa sampai minum sebanyak itu? Alasannya cuma satu “supaya sakit kepalanya lebih cepat sembuh”. Begitu pula halnya dengan keluhan nyeri rematik, konsumsi analgesik hingga beberapa macam merek sering juga terjadi akibat “ketidakpuasan” efek obat yang dikonsumsi sebelumnya. Perlu diketahui bahwa tidak semua analgesik memiliki kekuatan pereda nyeri yang paralel dengan dosis yang digunakan, artinya meskipun dikonsumsi 3,4,5 hingga 10 tablet sekaligus pun, kekuatan pereda nyerinya tidak akan berbeda dengan 1 atau 2 tablet. Ini sering disebut sebagai
CEILING EFFECT. Bahkan yang didapatkan adalah efek sampingnya akan jauh lebih besar dibanding manfaatnya.
Pola kebiasaan ini paling tidak, salah satunya, akibat peran iklan obat analgesik yang demikian gencar di media massa, namun sayangnya tidak diimbangi dengan penjelasan serta pendidikan mengenai resiko yang dapat terjadi akibat penggunaan yang tidak terkontrol. Sebagian besar cuma mencantumkan “Bila sakit berlanjut, hubungi dokter”. Entah siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengenai hal ini. Tulisan ini saya sengaja susun karena cukup banyaknya pasien-pasien yang dirawat di perawatan intensif akibat efek samping penggunaan analgesik yang tidak terkontrol tersebut.
Nyeri merupakan suatu respon tubuh terhadap suatu “ketidakberesan” dalam tubuh kita, entah itu sifatnya normal (fisiologis) atau tidak normal (patologis), dengan kata lain nyeri bisa dikatakan sebagai “ALARM” dari tubuh kita bahwa ada sesuatu yang “tidak beres” pada tubuh kita. Seiring perkembangan teknologi, kini telah diketahui beberapa “biang keladi” timbulnya rasa nyeri. Suatu proses radang, entah akibat infeksi atau trauma dianggap sebagai kondisi yang dapat menimbulkan nyeri. Sejumlah zat-zat kimia dalam proses radang tersebut berperan kuat dalam proses terjadinya nyeri. Prostaglandin, merupakan salah satu mediator nyeri yang paling populer. Zat ini akan merangsang dan menstimulasi reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf untuk kemudian melalui sejumlah proses dihantarkan sampai ke otak hingga kemudian terjadi persepsi nyeri. Semua analgesik yang tergolong dalam ANTI INFLAMASI NON STEROID (analgesik jenis ini yang paling banyak beredar di masyarakat) bekerja dengan menghambat produksi Prostaglandin dalam suatu rangkaian proses inflamasi (radang), sehingga dengan tidak terbentuknya prostaglandin maka tidak akan terjadi rangsangan pada reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf yang akan berujung pada hilangnya rasa nyeri.
Namun kondisi ini tidak sepenuhnya menguntungkan bagi tubuh kita, sebab Prostaglandin juga dibutuhkan untuk proses-proses normal didalam tubuh seperti proses pembekuan darah dan proses pemeliharaan sistem saluran pencernaan kita. Perlu diketahui bahwa saluran pencernaan kita merupakan salah satu organ yang potensial menimbulkan masalah besar bagi diri kita. Anda bisa membayangkan bagaimana lambung kita mampu “bertahan” melawan asam lambung yang sangat kuat? Asam lambung memiliki derajat keasaman (pH) hingga berkisar 0,7 - 3,8 yang mampu membuat logam rusak akibat sifat korosif dari asam tersebut..!! Ketika prostaglandin tidak mencukupi untuk proses pembaharuan permukaan saluran cerna kita terutama lambung, maka perlahan-lahan permukaan lambung akan menipis lalu terjadi luka atau sering kita sebut dengan tukak lambung hingga kemudian yang paling fatal adalah “jebolnya” lambung. Apa yang anda rasakan ketika air jeruk terpercik ke mata anda? Perih…! Bagaimana jika asam lambung anda “tumpah” kedalam rongga perut?
“Tumpahnya” asam lambung ke dalam rongga perut yang jelas bukan “habitatnya”, akan menimbulkan masalah yang sangat besar. Nyeri yang luar biasa serta proses radang yang ditimbulkannya terjadi demikian hebat sehingga mampu menimbulkan reaksi yang tidak saja terjadi sebatas pada rongga perut namun meluas ke seluruh tubuh, kondisi ini sering disebut dalam istilah medis sebagai SIRS (Systemic Inflammatory Respons Syndrome) atau bila diistilahkan secara awam (barangkali) kurang lebih Sindrom Respon Peradangan Menyeluruh. Keadaan ini yang sering kami temui pada pasien-pasien dengan riwayat mengkonsumsi analgesik secara tak terkontrol. Angka kematian akibat keadaan ini cukup tinggi (biasanya juga dipengaruhi seberapa cepat tindakan intervensi medis yang dilakukan, misalnya pembedahan untuk “membilas” asam yang tumpah dan menutup kebocoran lambung).
Kombinasi dua atau lebih jenis analgetik juga harus berhati-hati sebab anda harus bisa memastikan bahwa mereka tidak dalam satu jenis atau golongan analgesik (bukan mereknya, merek bisa beda namun kandungannya bisa saja berada dalam satu golongan).
Obat-obat pereda nyeri (analgesik) dikatakan "relatif aman" sebab pada dasarnya tidak ada obat-obatan yang 100% aman tanpa resiko efek samping. Seringkali yang pertama terlintas dalam benak kita ketika sindrom nyeri "menghampiri" kita adalah "ANALGESIK, saya butuh analgesik untuk meredakan nyeri...! Jarang terlintas mengapa nyeri ini timbul? Apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh saya? Inilah yang kemudian banyak mendorong kita untuk menjadikan analgesik sebagai "langkah taktis" kita. Hal ini memang tidak salah, prinsip "ATASI KELUHAN SEDINI MUNGKIN" tidak salah namun sering kita terjebak oleh kondisi ini. Maksud saya, setelah nyerinya teratasi, apa yang kita lakukan selanjutnya? Yang terbanyak adalah selesai sampai disitu. Padahal bisa jadi nyeri itu adalah ALARM bagi kita bahwa ada sesuatu yang terjadi dalam tubuh kita, tubuh kita memperingatkan "Hei..ada sesuatu yang tidak beres pada saya..!" Ketika nyeri hilang pasca mengkonsumsi analgesik tidak berarti bahwa proses "ketidakberesan" tersebut juga berhenti. Kondisi ini yang harus diantisipasi dengan segera berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten (maksudnya dokter). Apalagi jika nyeri tersebut terjadi berulang-ulang dengan intensitas yang sama bahkan lebih hebat dari sebelumnya. Ada baiknya untuk tidak melakukan "SELF MEDICATION atau BEROBAT SENDIRI" untuk jangka waktu yang lama.
Nyeri sendiri penyebabnya bermacam-macam, ada yang asalnya dari "organ penyokong" (somatik) misalnya kulit, otot, tulang dan "organ dalam" (viseral) misalnya lambung, usus, hati, kandung empedu, rahim dll. Sebenarnya istilah "organ penyokong dan organ dalam" kurang tepat, mohon maaf saya tidak tahu bagaimana membahasakannya. Dengan perbedaan asal nyeri tersebut maka akan berbeda pula analgesik yang tepat untuk nyeri tersebut.
Terdapat beberapa golongan analgesik yang beredar, diantaranya yaitu:
1. Golongan Analgesik dan Antipiretik
Salah satu yang termasuk dalam golongan ini adalah parasetamol (mis. panadol). Parasetamol merupakan analgesik yang relatif paling aman dibanding dengan analgesik yang lain. Obat ini "tidak" mempengaruhi saluran cerna, sistem pembekuan darah dan jantung. Kami sering mengkombinasi parasetamol dengan golongan NSAIDs utamanya kelompok COXIB. Rasanya hampir semua jenis obat sakit kepala, obat flu mengandung parasetamol. Hanya yang perlu anda perhatikan bahwa parasetamol tidak boleh dikonsumsi hingga melebihi 3000 mg perhari dan terutama berhati-hati pada penderita-penderita gangguan hati.
2. Golongan NSAIDs (Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs) atau AINS (Antiinflamasi NonSteroid)
Golongan ini yang juga banyak beredar dipasaran dan sangat mudah didapatkan. Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan asam mefenamat (Ponstan), diklofenak (voltaren), ibuprofen, piroksikam dan masih banyak lagi. Obat ini bekerja dengan menghambat produksi prostaglandin yang merupakan salah satu mediator nyeri yang utama. Dalam golongan ini, terdapat jenis analgesik yang lain yang memiliki efek samping yang berbeda dengan "saudaranya". Jika jenis analgesik yang contohnya saya sebutkan diatas memiliki efek samping terutama pada saluran cerna (lambung dan usus) dan pada sistem pembekuan darah, maka "saudaranya" yang satu ini berbeda karena (oleh para ahli) tidak berefek pada saluran cerna dan sistem pembekuan darah namun "katanya" dapat berefek pada jantung. Sang Saudara ini disebut sebagai kelompok "COXIB", yang beredar dipasaran Indonesia adalah celecoxib (celebrex), lumiracoxib (prexige), parecoxib (dynastat). Kelompok ini lebih banyak digunakan untuk mengatasi nyeri persendian dan nyeri pascabedah, namun tidak tertutup kemungkinan bisa juga digunakan untuk jenis nyeri yang lain.
3. Golongan Narkotik (Opioid)
Untuk golongan ini, pasti anda sudah tidak asing lagi dengan MORFIN. Morfin adalah analgesik golongan narkotik yang sudah lama digunakan terutama dalam penanganan nyeri selama dan pasca pembedahan serta dalam penanganan nyeri kanker atau nyeri lain yang tidak teratasi dengan golongan NSAIDs. Morfin merupakan pilihan utama penanganan nyeri yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan analgesik biasa. Selain morfin masih ada lagi saudaranya yang lain seperti kodein, meperidin, fentanyl, sufentanyl. Selain itu ada juga kelompok narkotik sintetik seperti hidromorfon, tramadol. Khusus mengenai tramadol, obat ini relatif lebih aman dibandingkan dengan narkotik lainnya namun efek samping yang paling banyak mengganggu adalah mual dan muntah. Kombinasi tramadol dengan NSAIDs akan menghasilkan efek pereda nyeri yang lebih baik.
4. Golongan Antagonis Reseptor NMDA
NMDA merupakan salah satu reseptor nyeri pada sistem saraf. Obat dalam golongan ini adalah Dekstrometorfan yang sering digunakan sebagai obat pereda batuk selain kodein. Ada pula yang namanya Ketamin, yang satu ini adalah obat yang sering dipakai dalam suatu tindakan pembiusan sehingga wajar jika ketamin hanya beredar di rumah sakit, khususnya kamar bedah.
5. Golongan Antidepresan
Golongan ini, sesuai dengan namanya, merupakan golongan obat anti depresi yang biasa digunakan dibidang psikiatry. Golongan ini lebih banyak digunakan hanya pada kasus-kasus nyeri kronik, nyeri akibat kerusakan jaringan saraf (bukan berarti orang yang depresi sarafnya banyak yang rusak..!). Yang banyak digunakan dalam terapi nyeri adalah amitriptilin dan imipramin.
6. Golongan antikonvulsan (anti kejang)
Golongan ini biasa dipakai untuk mencegah kejang. Dalam hal nyeri, sama seperti golongan antidepresan, golongan ini juga banyak digunakan sebagai bagian dari penanganan nyeri kronik. Contoh yang sering digunakan adalah karbamazepin dan gabapentin.
7. Anestetik lokal
Istilah lain yang sering digunakan adalah obat bius lokal, yang sering digunakan pada prosedur pencabutan gigi, sunatan. Obat ini umumnya diberikan melalui suntikan namun kini juga sudah tersedia dalam bentuk gel yang bisa dioles pada permukaan tubuh.
Bagaimana menggunakan analgesik sehingga kita dapat meminimalkan efek samping yang bisa terjadi?
1. Kenali jenis analgesik yang anda gunakan. Keterangan mengenai obat ini dapat anda lihat pada brosur atau keterangan yang biasanya terdapat pada kotak/ pembungkus obat tersebut. Meski sebagian besar analgesik yang beredar disekitar kita masih belum memberikan keterangan secara detail namun setidaknya masih ada informasi yang kita dapatkan. Anda dapat mencari keterangan lebih jauh dan lebih jelas dari majalah-majalah atau dengan mengakses di internet.
2. Jangan mengkonsumsi 2 atau lebih jenis analgesik jika mereka adalah satu golongan, misalnya jangan mengkombinasi ibuprofen dengan asam mefenamat atau diklofenak atau lainnya karena masih dalam satu golongan NSAIDs.
3. Perhatikan aturan pakainya. Khusus golongan NSAIDs, mengkonsumsi lebih dari 1 tablet dalam waktu bersamaan tidak akan memberi efek yang lebih baik bahkan akan menambah besar resiko efek samping.
4. Jika dengan satu jenis golongan analgesik tidak dapat mengurangi nyeri yang anda alami, sebaiknya anda berkonsultasi pada dokter untuk mendapatkan analgetik yang lebih tepat atau mungkin kombinasi analgetik yang lebih aman.
Tulisan ini dibuat atas dasar keprihatinan saya melihat pola konsumsi analgesik dalam masyarakat yang tidak terkontrol, dimana analgesik dapat dengan mudah didapatkan bahkan hingga ke warung-warung sekalipun. Melihat konsekuensi akibat penggunaan analgesik ini, sebaiknya kita pertimbangkan sebaik-baiknya dengan menimbang untung dan rugi menggunakan analgesik tersebut sebab analgesik sendiri sebenarnya tidak akan menyelesaikan persoalan nyeri yang timbul. Analgesik hanya menyelesaikan persoalan nyeri untuk sementara, namun yang harus kita fokuskan adalah apa yang menyebabkan nyeri itu timbul sehingga penggunaan analgesik yang tidak terkontrol, tidak rasional, bisa kita hindari.
Keren kakm makaish banyak infonya
BalasHapus